Jumat, 12 September 2014

CERPENKU :) SETIA

Deras hujan yang turun
Mengingatkanku pada dirimu
Aku masih disini untuk setia

Selang waktu berganti
Aku tak tahu engkau dimana
Tapi aku mencoba untuk setia

Sesaat malam datang
Menjemput kesendirianku
Dan bila pagi datang
Kutahu kau tak disampingku

Aku masih disini untuk setia

Derasnya air hujan yang turun melalui dinding kaca caffe Bobor tak membuat gadis manis berambut sebahu itu untuk pergi dari sana. Padahal, hari kian larut namum sepertinya ia menikmati tiap tetes air hujan yang mengembun di dinding kaca Caffe. Gadis itu Ez- Ezxerlyna.
Ez mengetuk-etuk tangannya pada meja. Ia memandang lurus ke luar caffe. Tiba-tiba, sepasang kekasih keluar dari mobil dan berlari kecil -menghindari hujan- memasuki caffe. Dua bola mata Ez tak lepas dari pasangan tersebut.
Cowok yang sedaritadi diperhatikan Ez itu merapikan rambut gadis di sampingnya yang cukup basah. Seolah deja vu, ingatan Ez kembali pada masa lalu…
Flashback on
“duh… Hujannya deres banget” Ez menggumam di halte sekolah. Kedua tangannya ia gosokkan untuk menimbulkan rasa hangat.
“hmm… Petrichor” desis suara bass di sebelah Ez. Gadis itu menoleh dan mendapati Albian berdiri di sampingnya sembari memejamkan mata.

“Albi..” gumam Ez. Dia menatap cowok jangkung berisi di sampingnya ini dengan mata heran. Puas menghirup petrichor, Albi menoleh lalu memberikan senyum termanisnya untuk Ez. “sejuk kan baunya?” tanya Albi santai.
Ez mengerutkan kening lalu menatap rinai hujan dan berpaling menatap Albi, “kamu kok masih disini? Mobil kamu mana?” tanya Ez bingung. “ada di parkiran, lagian.. emang gak boleh gue disini nikmatin petrichor?” tanya balik Albi. Ez menggedikkan bahu “terserah..”
Keduanya kembali diam dengan pikiran masing. Lalu-lalang siswa SMA Kencana di bawah derasnya hujan membuat ide jahil Albi kumat. Ia melirik Ez lalu menarik tangan gadis tersebut. Ez yang tak tahu apa-apa agak terkaget saat Albi menarik tangannya tiba-tiba.
“eh, Al hu-” belum selesai kalimat Ez, dia dan Albi sudah turun dari halte bus sekolah. Albi menarik tangan Ez untuk berlari di bawah hujan, “kamu gila yah? Besok masih sekolah!” namun, suara Ez teredam hujan. Ketika akhirnya mereka berhenti, keduanya telah basah kuyup.
Albi melepaskan tangannya lalu berbalik dan tersenyum “asyik kan?” tanyanya tanpa perasaan bersalah. Ez melotot dan bertolak pinggang, “asyik apaan? Baju aku basah tau! Padahal besok masih pake seragam ini. Kamu nyebelin banget!” Ez menghentakkan kakinya.
Albi tertawa pelan lalu serius menatap gadis berwajah oval tersebut, “segala sesuatunya akan indah kalo lo menikmatinya, Ez” ucap Albi disertai senyum lalu berlanjut dengan mengacak-acak rambutnya yang basah.
Flashback Off..
Ez tersentak kaget saat ada seseorang yang menepuk pundaknya. Gadis itu menoleh dan mendapati Erial berdiri di belakangnya. “Eh, Iyal..” kontan Ez berdiri dan menyalami teman SMA-nya tersebut.
“tuh kan apa gue bilang. Dari belakang gue yakin ini elo, ternyata bener. Apa kabar?” Arial menyahut cerewet sambil membalas jabatan tangan Ez. “gue baik Yal, lo gimana? Kerja dimana sekarang? Eh, ya.. duduk-duduk, sampe lupa gue” Ez menyilakan Arial duduk di hadapannya.
Cowok basket itu mengangguk dan duduk di hadapan Ez, “gue baik Ez, sekarang kerja di hotel, gue jadi manager alhamdulillah” ucap Arial penuh syukur “lo sendiri kerja dimana?” lanjut Arial. “gue pengacara Yal, pengangguran banyak acara, haha..” keduanya tertawa garing.
“basilah, serius nih gue” kata Arial setelah mereka berdua berhenti tertawa. Ez mengaduk-aduk mocca floatnya “serius gue, rencananya gue mau magang di Adikara, penerbit buku itu, tapi masih nungguin Albi nih!” sahut Ez santai
Seketika, airmuka Arial berubah kaku. Wajahnya pucat mendadak. “siapa Ez? Albi?” Ez mengangguk sambil menyedot minumannya. “he’eh. Ini gue lagi nungguin dia tapi gak dateng-dateng” Ez melirik jam tangannya. Pukul 22.59
Wajah Arial pias sekali. Ia meremas-remas tangannya lalu menatap keluar jendela caffe. Hujan sudah reda. “engg.. Ez, kayaknya gue harus balik deh. Hujan juga udah reda, gue duluan yah” Arial bangkit terburu-buru sehingga Ez agak bingung melihatnya.
“ooh-eh gak mau ngopi dulu?” tanya Ez basa-basi. Arial menggeleng lalu menyambar ranselnya. “mungkin lain kali Ez. Gue duluan yah” Arial berdiri disusul Ez. Mereka kembali berjabat tangan sebelum Arial meninggalkan meja Ez. “nanti kalo Albi dateng gue salamin” ucap Ez.
Arial berhenti melangkah tapi tak berbalik. Ia menarik nafas berkali-kali “Ez, kadang-kadang apa yang lo punya belum tentu lo milikin..” ujar Arial dingin. Ia kembali melangkah meninggalkan Ez yang masih memandanginya hingga keluar Caffe.
Ez menatap heran kepergian Arial. Ia menggelengkan kepala dan kembali duduk di kursi caffè. Menunggu Albi datang. Sayangnya, Albi tidak datang bahkan hingga caffè tempat Ez menunggu hampir tutup.
Keesokan harinya, Ez keluar dari apartemennya. Ia ingin ke supermarket untuk belanja bahan makanan karena Albi akan datang nanti malam untuk menebus ketidak hadirannya di caffè semalam.
Ez sebenarnya tak terlalu kesal, dia tahu Albi adalah orang yang sibuk. Namun, karena Albi memaksanya semalam, Ez menurut saja.
Seluruh bahan makanan telah siap, Ez memasukan daging sapi segar ke dalam troli belanjanya dan melenggang ke kasir. Tak lupa, ia membeli sekotak lilin berwarna merah dan pengharum ruangan. Albi tau, Ez adalah tipe pemuda yang menyukai suasana romantis, maka dari itu ia menyiapkan segalanya.
Setelah membayar credit semua belanjaannya, Ez memasuki mobil dengan dua kantung belanjaan. Sedan silver itu meluncur cepat ke apartemen Ez. Tak butuh waktu berapa lama, Ez sudah berada di patry untuk menyiapkan bahan-bahan makan malam. Beberapa bahan makanan untuk persediaan esok hari, disimpan gadis itu. Rencananya, Ez akan memasak bistik daging dan sup jagung. Keduanya merupakan makanan favorit Albi.
Dua jam lamanya Ez berkutat di dapur, bistik daging dan sup jagung favorit Albi telah siap di meja makan. Ez melirik jam digital yang tergantung di dinding ruang tamu apartemennya. Pukul 17.30. Albi bilang, ia akan tiba di apartemen Ez pukul 19.00.
“Selesai sudah..” Ez tersenyum sembari menyeka keningnya yang berkeringat. Ia menatap puas meja makan berbentuk segiempat yang telah ia tata sedemikian rupa di balkon appartemennya. Bias-bias senja menerpa wajah gadis berparas Indonesia-Eropa itu. “Duh, udah jam segini, gue belum mandi lagi” Ez menggumam kecil. Ia berjalan ke kamarnya dan keluar dengan membawa handuk serta kimono. Ez berjalan pelan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Tak sampai satu jam, gadis itu sudah berkutat di balik meja riasnya. Ez mengenakan gaun malam berwarna biru laut dengan bahu terbuka. Di pinggang gaun tersebut tersemat sebuah hiasan bunga mawar. Ez mengoleskan lip balm strawberrynya. Dia menyemprotkan parfum beraroma jeruk ke seluruh tubuhnya. Setelah Ez merasa dirinya perfect, gadis itu berdiri di depan meja rias lalu berputar seraya mengangkat ujung gaun malamnya “gue gak pernah dandan tapi, kalo tau hasilnya gak semengejutkan yang gue bayangin, udah dari dulu kalo kemana-kemana sama Albi gue make up” baru saja Ez memuji kehebatannya merias diri, bel appartemennya berbunyi. Senyum Ez mengembang saat itu juga. Ia berlari kecil ke pintu appartemennt lalu membukanya.
“Hai Ez…” Suara cempreng Clay menguapkan harapan Ez bahwa yang datang adalah Albi. “Eh, elo Cla, ayo masuk” sambut Ez menutupi kekecawaannya. Clay merupakan tetangga appartemenntnya. Dia tinggal di pintu sebrang kamar Ez “gue gak lama kok, Ez. Tadi gue beli kue terus inget elo. Jadi gue beliin lo satu, nih!” Clay menyodorkan tas berlogo sebuah toko kue yang diterima Ez dengan senyum “thanks ya Cla, masuk dulu gih.” Tawar Ez basa-basi. Cla menggeleng pelan “ngga deh, gue ngantuk banget pengen tidur. By the way, lo rapih banget? Hayoo mau ngedate yah? Sykur deh akhirnya lo punya cowok juga” Cla berkata tulus seraya mengusap lengan kanan Ez. Gadis itu tersenyum tipis.
“Gue masih sama Albi kok Cla, engga punya gandengan baru. Lagian, gue kan orangnya setia, gak kaya lo” canda Ez. Seketika, wajah bersahabat Clay berubah serius saat Ez menyebutkan nama Albi, “Ez, maksud lo Albian Adi?” Ada getaran dalam pertanyaan Clay. Ez mengangguk bingung. “Iyalah Clay Albian Adi, emang cowok gue yang namanya Albian ada berapa?” Ez menggeleng heran. Clay diam. Ia menunduk sembari memainkan tali tas kuenya.
“Clay..” Panggil Ez “lo baik-baik aja kan?” Tanya Ez cemas. Clay mendongak dan tersenyum tapi, mata Ez tak bisa dibohongi saat ia menangkap sudut mata Clay sedikit berair. “Ez..” Clay menggenggam tangan kanan Ez, matanya memerah. “Kadang kala, kita harus melupakan apa yang bukan milik kita. Jangan mau dibayangin masa lalu lo Ez, karena masa depan lo bakal ancur. Jangan ngerasa sendiri Ez, disini ada gue, ada Arial, ada Namira, kita ada buat lo. Lepasin pelan-pelan yah Ez” suara Clay semakin lama semakin serak. Ez menatapnya bingung “lo ngomong apa sih? Gue nggak ngerti. Gue baik-baik aja kali Cla” sahut Ez heran. “Ez, And high up above or down below. When you’re too in love to let it go. But if you never try you’ll never know. Just what you’re worth” senandung Cla pelan. Ia menatap dalam-dalam wajah Ez lalu berbalik menuju apartemennya di sebrang.
Ez masih terpaku saat duduk di meja makan menunggu kedatangan Albi. Ia teringat oleh kata-kata Clay tadi. Ez menghela nafas lalu mengusap wajahnya. Diliriknya arlojinya, pukul 19.10 WIB. Angin sepoi-sepoi menerpa tubuh Ez yang mengenakan gaun malam potongan sebahu. Ia beberapa kali mengusap kedua lengannya karena dingin. Albi belum datang.
Tik… tok… tik… tok.. tik..
Pukul 20.00 WIB. Ez bersandar pada pagar balkon kamarnya. Sekali lagi ia melirik arlojinya. Gadis itu menatap jalan-jalan di bawah sana. Albi terlambat.

Tik… tok… tik… tok… tik… tok..
Pukul 21.45 WIB. Makanan di meja makan segiempat itu mulai dingin karena angin malam. Ez duduk bersandar pada salah satu kursinya sambil meminum segelas syrup yang ia ambil dari dapur. Namun, Albi tetap belum ada disana.

Tik.. tok.. tik.. tok.. tik.. tok.. tik..
Pukul 23.15 WIB. Ez jatuh tertidur di atas meja dengan wajah menghadap pintu apartemen. Matanya sudah tak tahan menunggu Albi yang kehadirannya sangat amat terlambat. Ez tertidur dengan posisi duduk. Keyakinannya Albi akan datang sirna sudah. Albi ingkar lagi.


Pagi ini Ez terbangun dan mendapati dirinya berada di kamarnya. Gadis itu menggeliat heran sebelum semenit kemudian tersenyum senang. “Albi pasti kesini. Dia pasti disini” batin Ez semangat. Ez keluar dari kamar dan mendapatkan sinar matahari pagi yang langsung menyengat tepat dari arah balkon kamarnya. Gadis itu mengerjap beberapa kali sebelum mendekati meja segiempat yang belum berubah posisi sejak semalam. Kedua mata Ez nanar menatap hidangan makan malam yang di buatnya kemarin sudah dingin. “Mungkin Albi baru datang tadi pagi. Dia mungkin baru bisa datang” batin Ez meyakinkan dirinya. Gadis itu tersenyum kecil lalu berlari ke kamar tamu tempat Albi sering beristirahat sejenak sebelum berangkat ke satu kota dan kota lainnya.
“(Ceklek) Al, Albi.. Al kamu udah pulang yah?” Ez memasuki kamar tamu dan hanya mendapati ruangan yang bersih dan rapi. Tak ada Al disana. Ez keluar dan menutup pintu. Ia berjalan ke kamar mandi dan mengetuk pintunya. “Al, kamu di dalam? Al, kamu di dalam kan?” Tak ada sahutan. Ez menghela nafas, lalu beranjak dari kamar mandi. Albi tidak disana.
“Albi kemana yah? Kalo dia gak ada, terus siapa yang mindahin gue ke kamar?” Gumam Ez bingung. Ia menatap berkeliling appartemennya seolah dengan itu akan menemukan dimana Albi. Sia-sia, Albi memang tak ada “ngg.. Mungkin Albi pulang ke rumah kali yah. Dia pasti cape banget abis dari sana-sini, mau bangunin gue gak tega. Yah!” Ez menjetikkan jari. Ia berjalan ke kamarnya lalu keluar dengan peralatan mandi. “Kalo gitu, gue samperin aja. Itung-itung surprise.” Ez tersenyum senang dan berjalan ke kamar mandi.
“Ez..” Ez menoleh saat Clay memanggilnya. “Eh elo Clay, tumben udah bangun” Ez tersenyum manis seraya mengunci pintu apartemennya. Clay hanya tersenyum tipis menanggapi kata-kata Ez “lo mau kemana?” Tanya Clay sambil memegang handle pintu. Ez menoleh lalu memasukkan kunci apartemennya “gue mau ke rumah Albi nih. Udah berapa bulan nggak ketemu gue sejak tugasnya yang kesana kemari” jawab Ez senang.
Kelihatan jelas Clay berusaha menutupi keterkejutannya “gue boleh ikut Ez?” Clay menatap Ez serius. Ez nampak menimbang-nimbang sebelum mengangguk “boleh deh, lo gitu aja?” Clay mengangguk “tunggu gue ambil dompet sama hape dulu” Clay masuk sebentar dan keluar dengan membawa dompet serta ponselnya. Ia mengunci pintu apartemennya dan berjalan bersama menyusuri koridor apartemen menuju lift.
“Nanti jemput Namira dulu gak pa-pa kan Ez? Soalnya, Namira bilang udah lama gak ketemu Albi” Ez mengangguk santai. Begitu pintu lift terbuka, mereka masuk dan segera turun ke basement.

“Clay, Ez?” Namira menatap heran pada dua sahabat SMAnya. “Kalian kok bisa disini?” Tanya Namira sambil mengucek matanya “kita mau ketemu Albi” jawab Clay cepat, seketika, wajah datar nan polos Namira berubah terkejut bercampur heran “bukannya..” Belum selesai kalimat Namira, Clay sudah memotongnya “aduh, kita harus cepet ke rumah Albi kan Ez sebelum dia pergi? Lo mau ikut apa enggak?” Clay menatap Ez sembari tersenyum lalu menatap Namira dengan pelototan berjuta makna. Dengan sigap gadis itu mengangguk “gu-gue ikut, tunggu gue ke dalam bentar” sahut Namira lalu berlari menuju kamarnya.
Cerpen Karangan: Meliyana
Blog: meliyanaariestya.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar